Indonesia terdiri dari
beribu-ribu pulau sehingga disebut negara kepulauan. Kondisi pulau yang saling
terpisah mengakibatkan adanya isolasi geografis. Isolasi geografis menyebabkan
pulau-pulau di Indonesia memiliki kultur berbeda-beda. Hal tersebut menjadikan Indonesia
sebagai salah satu negara multikultural terbesar di dunia dengan beragam suku
bangsa, ras, bahasa, adat istiadat, dan kepercayaan.
Menurut Direktur
Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus
Dermawan dalam, Indonesia memiliki 13.847 pulau yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke (Daeng, 2011). Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku
bangsa yang mendiami pulau-pulau tersebut. Hal tersebut menciptakan masyarakat
multikultural.
Keragaman kultur berdampak
positif bagi bangsa Indonesia sebagai kekayaan dan kebanggaan bangsa. Namun, keragaman
tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pula, seperti perang antarsuku
dan konflik antarumat beragama yang banyak terjadi di Indonesia. Diperlukan
strategi khusus untuk memecahkan dan mencegah berbagai persoalan dalam
masyarakat multikultural, salah satunya adalah melalui pendidikan
multikultural.
Multikultural berasal
dari dua kata, multi dan kultural. Multi berarti banyak atau beragam, sedangkan
kultur berarti kebudayaan. Secara sederhana, multikultural diartikan sebagai
banyak kebudayaan atau beragam kebudayaan. Waluya (2007:105) mengartikan
masyarakat multikultural sebagai masyarakat yang memiliki lebih dari dua
kebudayaan.
Pendidikan memiliki
peran strategis sebagai wahana dan agen perubahan bagi masyarakat. Itulah
sebabnya pendidikan menjadi salah satu bidang penting dalam mengatasi berbagai
persoalan bangsa.
Suparno dkk. (2002:80)
mengatakan, "Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang membuat dan
menciptakan situasi sekolah dan kegiatannya sehingga semua siswa dari berbagai
suku, ras, budaya, dan keadaan mendapat kesempatan belajar dengan baik”.
Sekolah tidak hanya menjadi tempat untuk mempelajari berbagai mata pelajaran,
namun sekaligus menjadi tempat untuk menumbuhkan sikap terbuka terhadap
keragaman budaya dalam proses pembelajarannya. Pendidikan multikultural
mengakui adanya keragaman etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa. Secara luas,
pendidikan multikultural mengajarkan untuk tidak membeda-bedakan kelompok
seperti gender, suku bangsa, ras, budaya, strata sosial dan agama.
Pendidikan
multikultural sebaiknya diterapkan sejak dini dan terus dikembangkan seiring
dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan banyak sekali hal-hal baru yang
terus muncul dari budaya masyarakat yang senantiasa berkembang, sehingga pendidikan
multikultural tidak bisa dihentikan begitu saja pada tahap tertentu melainkan
harus terus-menerus dikembangkan dan diresapi oleh masyarakat dalam
kehidupannya.
Pendidikan
multikultural hendaknya tidak hanya diajarkan di dalam lembaga pendidikan formal
seperti sekolah dan perguruan tinggi, namun juga diajarkan di dalam pendidikan informal
maupun nonformal. Pada awalnya,
pendidikan multikultural dimulai dari keluarga sebagai pendidikan informal.
Keluarga, khususnya orang tua harus mengajarkan dan menanamkan sikap terbuka, saling mengargai,
menghormati, dan peduli pada anaknya. Pendidikan
multikultural kemudian diteruskan di dunia pendidikan formal maupun nonformal,
dan terus diiringi dengan pendidikan informal. Misalnya di perguruan tinggi,
dari segi substansi pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam
kurikulum yang memiliki perspektif multikultural, seperti melalui mata kuliah
pancasila dan kewarganegaraan.
Kondisi masyarakat
Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status
sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika
dalam masyarakat. Dalam perkembangannya, keragaman tersebut tidak dimanfaatkan
sebagai sarana pemersatu bangsa sehingga menyebabkan berbagai masalah sosial
yang sukar ditangani di Indonesia, seperti KKN, separatisme, kemiskinan dan
berbagai permasalahan sosial lainnya yang kompleks. Permasalahan tersebut
timbul sebagai akibat sikap eksklusif masyarakat yang sudah melekat pada diri
mereka. Dalam hal ini, sikap eksklusif masyarakat ini mencerminkan sikap
tertutup terhadap keragaman yang ada. Untuk memahami keragaman yang ada,
dibutuhkan pendidikan multikultural. Maka dipandang sangat penting untuk
memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Menurut The United
Nations Development Program (UNDP), Indonesia berada pada peringkat 124 dari
187 negara yang disurvei di dunia dari segi indeks pembangunan manusia (Maulia,
2011). Ini sangat disayangkan karena
Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia melimpah, begitu juga dengan Sumber Daya
Alamnya. Hal tersebut diakibatkan oleh banyaknya konflik yang terjadi dalam
masyarakat multikultural.
Sesungguhnya keragaman
di Indonesia merupakan kekayaan terbesar bangsa kita yang dapat digunakan
sebagai alat pemersatu bangsa, dan bukan sebagai penghambat dalam kehidupan
bermasyarakat. Dibutuhkan kesadaran untuk saling menghargai, saling melengkapi,
toleransi, dan saling terbuka dalam keragaman yang ada melalui pendidikan
multikultural.
Pendidikan
multikultural itu sendiri sangat penting disosialisasikan dan diterapkan pada
bangsa kita, agar kita dapat saling mengerti, memahami, dan saling menghargai
perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Pendidikan multikultural juga penting
agar masyarakat dalam kehidupannya dapat
memikirkan, membicarakan, dan memecahkan persoalan yang muncul dari
perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Dengan begitu, dalam
perkembangannya multikulturalisme dapat menjadi kebanggaan bangsa dan bukan
sebagai jurang pemisah diantara masyarakat. Hal tersebut juga dapat menjadi
jembatan untuk saling melengkapi satu-sama lain.
Sikap terbuka dalam
kehidupan bermasyarakat nantinya dapat menciptakan kualitas SDM yang lebih baik
dari sebelumnya dan mampu bersaing secara global. Adanya sikap terbuka dan saling menghargai keragaman akan menghilangkan
sekat-sekat atau batasan-batasan yang ada di masyarakat. Dengan tidak adanya
sekat-sekat maka masyarakat akan lebih mudah bertukar pandangan, pikiran,
pendapat yang membantu masyarakat Indonesia untuk dapat saling melengkapi.
Bayangkan saja jika masyarakat saling tertutup, maka masyarakat hanya akan
mengutamakan kepentingan dan pandangannya sendiri yang tentu akan membuatnya
sulit untuk berkembang mengikuti arus global. Dengan begitu maka akan banyak
hal positif yang dapat diserap sehingga dapat terjadi peningkatan kualitas SDM.
Apabila masyarakat
sudah menerima keragaman yang ada, kemudahan dalam berinteraksi dan
berkomunikasi satu dengan yang lain akan lebih mudah. Sebab, dengan adanya
penerimaan masyarakat akan kecil kemungkinan terjadi konflik sosial seperti
perang antarsuku atau kerusuhan antarumat beragama, karena masyarakat telah
memahami keragaman yang ada pada bangsa kita.
Kemungkinan besar sikap
etnosentrisme, primordialisme, paternalistis dan prasangka juga akan hilang dan
digantikan dengan sikap menjunjung tinggi hak asasi manusia, kesetaraan gender,
dan toleransi. Sikap-sikap yang demikian akan membuat SDM yang ada di Indonesia
semakin berkualitas. Keadilan pun tercipta sehingga SDM yang ada di Indonesia
dapat bersaing secara sehat dan tidak kalah bersaing dengan SDM yang ada di
luar Indonesia. Pada akhirnya, SDM di Indonesia mampu bersaing secara global.
Daftar Pustaka
Daeng, Mohamad Final. 2011. “Indonesia Daftarkan
13.487 Pulau ke PBB”. Dalam Kompas, 1 November 2011. Jakarta.
Maulia, Erwida. 2011. “Indonesia Ranks 124th in 2011
Human Development Index”. Dalam The
Jakarta Post, 2 November 2011. Jakarta.
Suparno, Paul dkk. 2002. Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta: Kanisius.
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment