Saturday, December 8, 2012

Pentingnya Pendidikan Multikultural Di Indonesia #bridgingcourse14

Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau sehingga disebut negara kepulauan. Kondisi pulau yang saling terpisah mengakibatkan adanya isolasi geografis. Isolasi geografis menyebabkan pulau-pulau di Indonesia memiliki kultur berbeda-beda. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara multikultural terbesar di dunia dengan beragam suku bangsa, ras, bahasa, adat istiadat, dan kepercayaan.
Menurut Direktur Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Dermawan dalam, Indonesia memiliki 13.847 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke (Daeng, 2011). Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa yang mendiami pulau-pulau tersebut. Hal tersebut menciptakan masyarakat multikultural.
Keragaman kultur berdampak positif bagi bangsa Indonesia sebagai kekayaan dan kebanggaan bangsa. Namun, keragaman tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pula, seperti perang antarsuku dan konflik antarumat beragama yang banyak terjadi di Indonesia. Diperlukan strategi khusus untuk memecahkan dan mencegah berbagai persoalan dalam masyarakat multikultural, salah satunya adalah melalui pendidikan multikultural.
Multikultural berasal dari dua kata, multi dan kultural. Multi berarti banyak atau beragam, sedangkan kultur berarti kebudayaan. Secara sederhana, multikultural diartikan sebagai banyak kebudayaan atau beragam kebudayaan. Waluya (2007:105) mengartikan masyarakat multikultural sebagai masyarakat yang memiliki lebih dari dua kebudayaan.
Pendidikan memiliki peran strategis sebagai wahana dan agen perubahan bagi masyarakat. Itulah sebabnya pendidikan menjadi salah satu bidang penting dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa.
Suparno dkk. (2002:80) mengatakan, "Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang membuat dan menciptakan situasi sekolah dan kegiatannya sehingga semua siswa dari berbagai suku, ras, budaya, dan keadaan mendapat kesempatan belajar dengan baik”. Sekolah tidak hanya menjadi tempat untuk mempelajari berbagai mata pelajaran, namun sekaligus menjadi tempat untuk menumbuhkan sikap terbuka terhadap keragaman budaya dalam proses pembelajarannya. Pendidikan multikultural mengakui adanya keragaman etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa. Secara luas, pendidikan multikultural mengajarkan untuk tidak membeda-bedakan kelompok seperti gender, suku bangsa, ras, budaya, strata sosial dan agama.
Pendidikan multikultural sebaiknya diterapkan sejak dini dan terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan banyak sekali hal-hal baru yang terus muncul dari budaya masyarakat yang senantiasa berkembang, sehingga pendidikan multikultural tidak bisa dihentikan begitu saja pada tahap tertentu melainkan harus terus-menerus dikembangkan dan diresapi oleh masyarakat dalam kehidupannya.
Pendidikan multikultural hendaknya tidak hanya diajarkan di dalam lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan tinggi, namun juga diajarkan di dalam pendidikan informal maupun nonformal.  Pada awalnya, pendidikan multikultural dimulai dari keluarga sebagai pendidikan informal. Keluarga, khususnya orang tua harus mengajarkan dan  menanamkan sikap terbuka, saling mengargai, menghormati, dan peduli pada anaknya.  Pendidikan multikultural kemudian diteruskan di dunia pendidikan formal maupun nonformal, dan terus diiringi dengan pendidikan informal. Misalnya di perguruan tinggi, dari segi substansi pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang memiliki perspektif multikultural, seperti melalui mata kuliah pancasila dan kewarganegaraan.
Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Dalam perkembangannya, keragaman tersebut tidak dimanfaatkan sebagai sarana pemersatu bangsa sehingga menyebabkan berbagai masalah sosial yang sukar ditangani di Indonesia, seperti KKN, separatisme, kemiskinan dan berbagai permasalahan sosial lainnya yang kompleks. Permasalahan tersebut timbul sebagai akibat sikap eksklusif masyarakat yang sudah melekat pada diri mereka. Dalam hal ini, sikap eksklusif masyarakat ini mencerminkan sikap tertutup terhadap keragaman yang ada. Untuk memahami keragaman yang ada, dibutuhkan pendidikan multikultural. Maka dipandang sangat penting untuk memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Menurut The United Nations Development Program (UNDP), Indonesia berada pada peringkat 124 dari 187 negara yang disurvei di dunia dari segi indeks pembangunan manusia (Maulia, 2011).  Ini sangat disayangkan karena Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia melimpah, begitu juga dengan Sumber Daya Alamnya. Hal tersebut diakibatkan oleh banyaknya konflik yang terjadi dalam masyarakat multikultural.
Sesungguhnya keragaman di Indonesia merupakan kekayaan terbesar bangsa kita yang dapat digunakan sebagai alat pemersatu bangsa, dan bukan sebagai penghambat dalam kehidupan bermasyarakat. Dibutuhkan kesadaran untuk saling menghargai, saling melengkapi, toleransi, dan saling terbuka dalam keragaman yang ada melalui pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural itu sendiri sangat penting disosialisasikan dan diterapkan pada bangsa kita, agar kita dapat saling mengerti, memahami, dan saling menghargai perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Pendidikan multikultural juga penting agar masyarakat dalam kehidupannya dapat  memikirkan, membicarakan, dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Dengan begitu, dalam perkembangannya multikulturalisme dapat menjadi kebanggaan bangsa dan bukan sebagai jurang pemisah diantara masyarakat. Hal tersebut juga dapat menjadi jembatan untuk saling melengkapi satu-sama lain.
Sikap terbuka dalam kehidupan bermasyarakat nantinya dapat menciptakan kualitas SDM yang lebih baik dari sebelumnya dan mampu bersaing secara global. Adanya sikap terbuka dan saling menghargai keragaman akan menghilangkan sekat-sekat atau batasan-batasan yang ada di masyarakat. Dengan tidak adanya sekat-sekat maka masyarakat akan lebih mudah bertukar pandangan, pikiran, pendapat yang membantu masyarakat Indonesia untuk dapat saling melengkapi. Bayangkan saja jika masyarakat saling tertutup, maka masyarakat hanya akan mengutamakan kepentingan dan pandangannya sendiri yang tentu akan membuatnya sulit untuk berkembang mengikuti arus global. Dengan begitu maka akan banyak hal positif yang dapat diserap sehingga dapat terjadi peningkatan kualitas SDM.
Apabila masyarakat sudah menerima keragaman yang ada, kemudahan dalam berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lain akan lebih mudah. Sebab, dengan adanya penerimaan masyarakat akan kecil kemungkinan terjadi konflik sosial seperti perang antarsuku atau kerusuhan antarumat beragama, karena masyarakat telah memahami keragaman yang ada pada bangsa kita.
Kemungkinan besar sikap etnosentrisme, primordialisme, paternalistis dan prasangka juga akan hilang dan digantikan dengan sikap menjunjung tinggi hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan toleransi. Sikap-sikap yang demikian akan membuat SDM yang ada di Indonesia semakin berkualitas. Keadilan pun tercipta sehingga SDM yang ada di Indonesia dapat bersaing secara sehat dan tidak kalah bersaing dengan SDM yang ada di luar Indonesia. Pada akhirnya, SDM di Indonesia mampu bersaing secara global.


Daftar Pustaka

Daeng, Mohamad Final. 2011. “Indonesia Daftarkan 13.487 Pulau ke PBB”.  Dalam Kompas, 1 November 2011. Jakarta. 
Maulia, Erwida. 2011. “Indonesia Ranks 124th in 2011 Human Development Index”. Dalam The Jakarta Post, 2 November 2011. Jakarta.
Suparno, Paul dkk. 2002. Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta: Kanisius.
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

No comments:

Post a Comment